Popular posts from this blog
Review Film Holy Spider
Holy Spider bukan (cuma) film soal pembunuh berantai. Secara langsung, hilangnya nyawa para korban memang disebabkan oleh satu individu, tapi pokok permasalahannya mengakar jauh lebih dalam. Perwakilan Denmark di ajang Academy Awards tahun 2023 ini menyoroti persoalan sistem serta masyarakat. Masyarakat adalah pembunuh berantai sesungguhnya. Filmnya mempertemukan fiksi dengan realita. Pembunuhan berantai yang menjadikan PSK sebagai target memang terjadi tahun 2000-2001 di Mashad, Iran. Tercatat 16 nyawa melayang. Pelakunya bernama Saeed (Mehdi Bajestani), dan karena modus operandinya, di mana ia memancing korban ke "sarangnya" sebelum mencekik mereka, kasusnya kerap disebut " spider killings ". Sentuhan fiksi berasal dari keterlibatan Arezoo Rahimi (Zar Amir Ebrahimi) jurnalis yang menyambangi Mashad guna meliput kasus tersebut. Tapi liputan bukanlah tujuan akhir Rahimi. Dia pun terdorong untuk melakukan investigasi, mencari kebenaran mengenai identitas si pelaku.
Review Film KERAMAT 2: CARUBAN LARANG
Keramat 2: Caruban Larang adalah horor Indonesia yang paling berhasil mengolah lokasi sejak... well, Keramat pertama 13 tahun lalu. Karakternya tidak menghadapi sosok hantu tertentu, melainkan tempat penuh makhluk gaib. Bukan pertarungan yang bisa mereka menangkan. Bagaimana bisa mengalahkan sebuah tempat? Itulah kenapa filmnya amat mencekam. Kita tidak diajak menyaksikan perjuangan melenyapkan hantu atau mencabut kutukan, tapi upaya bertahan hidup yang diisi ketidakberdayaan serta keputusasaan. Sudah 13 tahun berlalu sejak lompatan pocong yang pelan-pelan mendekati kamera menghadirkan mimpi buruk bagi penonton. Subgenre found footage tak lagi seefektif dulu, terlebih ketika konten serupa sudah jadi makanan rutin baik di YouTube maupun televisi. Monty Tiwa sadar betul akan fenomena tersebut. Sadar bahwa repetisi takkan melahirkan efek magis yang sama. Realisme film pertama pun dikesampingkan. Ditemani Sergius Sutanto dan Azzam (manusia sinting di balik lahirnya horor-horor pen
Review Film - Potret Mimpi Buruk
Di tengah malam, Bayu (Cornelio Sunny) melihat gadis bernama Hujan (Salvita Decorte) menangis, duduk meringkuk di samping kandang ayam. Sebelum mendekat, Bayu perlahan menaruh rokok yang tengah ia hisap ke tanah. Tidak ada perokok yang membuang rokoknya dengan cara demikian. Sinema memiliki bahasanya sendiri. Logika boleh dikesampingkan demi pencapaian estetika, atau simbolisme bila ada. Cara Bayu menaruh rokok tidak menyuntikkan nilai apa pun. Tidak mempercantik adegan, tidak pula membawa pesan. Ismail Basbeth bak hanya ingin memperlambat tempo, sebagaimana yang ia lakukan selama 84 menit Potret Mimpi Buruk. Slow cinema yang berusaha terlalu keras menjadi slow cinema. Pasca sekuen pembuka creepy di mana Hujan, yang dalam kondisi hamil, dikejar oleh sosok wanita berpakaian hitam (namanya pun "Hitam") dengan tawa mengerikan (Annisa Hertami), kita diajak melihat rutinitas dua manusia . Bayu memberi Hujan tempat tinggal, menyediakan kasur, membelikan makanan juga pakaian